Universitas Diponegoro (Undip) baru-baru ini menggelar sesi di mana tiga calon profesor menyajikan makalah ilmiah mereka. Diatur oleh Dewan Profesor Undip pada Rabu, 21 Juni, para calon meliputi Dr. Sri Hartini, S.T., M.T. (Fakultas Teknik), Dr.Eng. Agus Setyawan, S.Si., M.Si (Fakultas Sains dan Matematika), dan Dr. Nanik Trihastuti, S.H., M.Hum. (Fakultas Hukum).
Dalam presentasinya tentang “Lean dan Sustainable Manufacturing: Peran dan Tantangan pada Usaha Kecil Menengah di Indonesia,” Dr. Sri Hartini membahas ketidakefisienan dalam proses produksi perusahaan Indonesia, dengan menekankan perlunya perbaikan dalam pengelolaan limbah, khususnya di Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Dia menyoroti pentingnya peningkatan terus-menerus dalam efisiensi dan pengelolaan limbah dalam sistem manufaktur UKM Indonesia. Konsep manufaktur ramping dan berkelanjutan bertujuan menciptakan nilai bagi pelanggan dengan secara konsisten menghilangkan pemborosan dan mengadopsi proses yang ramah lingkungan, layak secara ekonomi, dan aman bagi karyawan untuk menghasilkan produk hijau yang meningkatkan kinerja sosial. Meskipun beberapa integrasi prinsip ini telah dilaksanakan, tetapi masih bersifat parsial.
“Manufaktur ramping dan berkelanjutan dapat diterapkan pada sektor pangan UKM yang memproduksi tahu. Evaluasi pada UKM tahu menunjukkan pemborosan pada pergerakan dan cacat, beban kerja fisik, konsumsi air, limbah, dan tingkat iklim melebihi ambang batas. Faktor penghambat utama adalah biaya investasi, perawatan, dan teknologi yang tinggi, sementara menghadapi batasan anggaran. Kurangnya pelatihan dan keterampilan, serta pendidikan karyawan, terlihat. Faktor pendorong paling signifikan adalah kemampuan keuangan dan dukungan pemerintah beserta insentif. Kolaborasi pentahelix diharapkan menjadi solusi alternatif bagi implementasi manufaktur ramping dan berkelanjutan di UKM,” jelas Dr. Sri Hartini.
Sementara itu, karya ilmiah Dr. Nanik Trihastuti tentang “Perikanan Jarak Jauh dan Dampaknya Bagi Negara Berkembang: Tinjauan terhadap Efektivitas Hukum Internasional” menyatakan bahwa aktivitas perikanan di perairan jauh yang dilakukan oleh banyak negara maju memiliki dampak negatif bagi negara berkembang. Aktivitas penangkapan ikan yang massif dipicu, antara lain, oleh subsidi perikanan yang diberikan oleh negara maju kepada armada kapal mereka, yang bahkan dilengkapi dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
“Suatu negara dianggap memiliki wewenang yurisdiksinya menurut hukum internasional jika negara itu memiliki kompetensi untuk melakukan penuntutan atau hukuman karena terjadinya sesuatu atau kelalaian yang dikualifikasi sebagai delik menurut hukum nasional negara yang bersangkutan. Negara juga diakui berwenang menangani setiap delik yang terjadi di dalam batas wilayahnya tanpa memandang nasionalitas pelaku. Ketaatan suatu negara terhadap kebutuhan masyarakat internasional dan kepatuhannya terhadap hukum internasional merupakan syarat mutlak bagi terciptanya masyarakat internasional yang teratur dan terwujudnya tatanan internasional,” ujar Dr. Nanik.
Dalam presentasinya, Dr. Eng. Agus Setyawan, S.Si., M.Si (FSM) membahas makalah berjudul “Peranan Ilmu Fisika Bumi dalam Pengembangan Energi Panasbumi dan Lingkungan di Indonesia.” Indonesia adalah wilayah yang dilalui oleh pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Kondisi ini menempatkan Indonesia di zona cincin api sepanjang 7000 km. Zona cincin api memiliki konsekuensi positif dan negatif. Di sisi positif, menghasilkan sumber daya alam seperti hidrokarbon, tambang mineral, dan energi panas bumi, sementara di sisi negatif, memiliki potensi bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, longsor, dan penurunan muka tanah.
“Pengukuran gravitasi mengungkapkan bahwa batuan penyusun Gunung Ungaran terdiri dari andesit dengan densitas 2,39 kg/m3 yang berkaitan dengan Gunung Ungaran Muda dan batuan basalt dengan densitas 2,64 kg/m3 yang berkaitan dengan Gunung Ungaran Tua. Munculnya manifestasi panas bumi di Gunung Ungaran berkaitan dengan sesar/patahan. Zona upflow berada di sekitar tembok collas, di mana fluida bergerak ke atas tetapi tidak menembus permukaan, sehingga turun ke bawah dan muncul di permukaan melalui zona patahan sebagai fumarole, mata air panas, dan zona alterasi. Melalui simulasi numerik, potensi panas bumi di Gunung Ungaran berkisar antara 2,3 MW hingga 40,4 MW, tergantung pada asumsi kedalaman reservoir,” terangnya.